BERITA PALSU TENTANG AISYAH R.A

TAFSIR SURAT AN NUR AYAT 11 – 26
BERITA PALSU TENTANG AISYAH R.A
SEBUAH PROSES TARBIYAH QUR’ANIYAH


Islam menghendaki terbentuknya masyarakat yang bersih dan terhormat, jauh dari perbuatan-perbuatan negatif yang merusak sendi-sendinya. Sehingga masyarakat mampu berperan pula sebagai pendidik bagi warganya.

Tersebarnya isu-isu negatif ke tengah masyarakat akan sangat berdampak luas pada fungsi pendidikan terutama pembinaan akhlaq. Dan isu negatif yang paling sensitif menyebar di masyarakat adalah isu perzinaan. Keresahan dan goncangan akan mengganggu dinamika masyarakat.

Islam telah berusaha maksimal meminimalisir penyebaran isu-isu negatif itu. Namun jika terjadi pula muncul isu negatif tentang seseorang, Islam mengajarkan untuk menghentikan isu itu dan fihak yang diisukan untuk pandai mengambil pelajaran.

Tuduhan perselingkuhan itu dituduhkan pada Aisyah ra, oleh kaum munafiq dan melibatkan tokoh-tokoh penting dalam Islam, seperti Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai suami, Abu Bakar As Shiddiq ayah Aisyah dan sahabat terdekat Nabi, Shafwan ibn Al Mu’aththil seorang veteran Badr, seperti yang diterangkan dalam sababun nuzul ayat 11 sampai 22 ini.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila akan bepergian, ia mengundi dahulu, siapa di antara isterinya yang akan dibawa ikut serta dalam perjalanan itu. Demikian juga Rasulullah mengundi isterinya yang akan dibawa ke medan perang. Pada suatu hari dan kejadiannya setelah turun ayat hijab, kebetulan Aisyah terundi untuk dibawa. Aisyah digotong di atas tandu, dan tandu itu ditaruh di atas onta untuk kemudian berangkat.

Setelah selesai peperangan dan ketika pulang hampir mendekati Madinah, Rasulullah memberi izin untuk berhenti sebentar pada waktu malam. Aisyah turun dan pergi buang air. Ketika sampai kembali ke tempatnya, Aisyah meraba dadanya ternyata kalungnya hilang, sehingga ia pulang kembali ke tempat tadi untuk mencari kalungnya.

Lama ia mencarinya, dan orang-orang yang memikul tandunya mengangkat kembali tandu itu ke atas unta yang dinaikinya. Mereka mengira bahwa Aisyah ada di dalamnya, karena wanita-wanita pada waktu itu badannya enteng dan langsing-langsing, sehingga tidak begitu terasa bedanya antara tandu kosong dengan yang berisi.

Kalung itu diketemukan setelah pasukan Rasulullah berangkat, sehingga tak seorangpun terdapat di situ. Aisyah duduk kembali di tempat berhenti tadi, dengan harapan orang-orang akan menjemputnya atau mencarinya kembali.

Ketika duduk di tempat istirahat tadi Aisyah mengantuk dan terus tertidur. Kebetulan sekali Shafwan bin Al Mu’aththil yang tertinggal oleh pasukan karena suatu halangan pada pagi hari itu sampai ke tempat pemberhentian Aisyah dan melihat ada benda hitam bayangan manusia. Ia dapat mengenalnya karena sebelum turun ayat hijab pernah melihatnya.

Aisyah terbangun karena Shafwan mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” dan segera Aisyah menutup mukanya dengan kerudungnya. Tidak sepatah katapun yang diucapkan Aisyah dan ia tidak mendengar kecuali ucapan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” tadi. Ketika itu Shafwan menyuruh untanya berlutut agar Aisyah dapat naik di atas unta tersebut, dan ia menuntun unta itu sehingga sampai ke tempat pasukan yang sedang berteduh di tengah hari. Hal itulah yang terjadi pada diri Aisyah. Maka celakalah orang yang menuduhnya dengan fitnah yang dilancarkan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul.

Ketika sampai ke Madinah Aisyah menderita sakit selama satu bulan, dan orang-orang menyebar luaskan fitnah yang dibuat oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, tapi Aisyah sendiri tidak mengetahuinya.

Setelah Aisyah merasa agak sembuh, ia memaksakan diri dibimbing Ummu Misthah pergi buang air. Ummu Misthah tergelincir dan latah dengan ucapan: ”Celaka anakku si Misthah”. Aisyah bertanya :”Mengapa engkau berkata demikian, mencaci maki seorang yang ikut serta dalam perang Badr”. Ummu Misthah berkata: “Wahai junjunganku! Tidakkah engkau mendengar apa yang ia katakana?”. Aisyah bertanya : “Apa yang ia katakan?”. Lalu Ummu Misthah menceritakan fitnah yang tersebar sehingga bertambahlah penyakit Aisyah.

Pada suatu hari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang menemuinya, tidak seperti biasanya dalam menyikapi Aisyah. Rasulullah hanya bertanya : “Bagaimana keadaanmu”?. Kemudian Aisyah meminta izin untuk pergi ke Ibu-Bapaknya untuk meyakinkan khabar yang tersebar itu. Rasulullah mengizinkan, dan ketika sampai di rumah orang tuanya, Aisyah bertanya kepada ibunya: ”Wahai ibuku! Apa yang mereka katakan tentang diriku?” Ia menjawab: ”Wahai anakku! Demi Allah tabahkanlah hatimu! Sangatlah sedikit wanita yang cantik dan dicintai suaminya serta dimadu, pasti banyak yang akan menghasutnya”. Aisyah berkata: “Subhanallah, apakah sampai demikian orang-orang memperbincangkanku. Dan apakah hal ini sampai kepada Rasulullah?” Ibunya mengiyakan. Iapun menangis malam itu hingga pagi, sehingga air matanya tak henti-hentinya mengalir.

Pada suatu hari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid untuk membicarakan perceraian dengan isterinya, karena wahyu tidak turun.

Usamah mengemukakan pendapatnya bahwa sepanjang pengetahuannya keluarga Rasul itu adalah orang baik. Berkata: “Ya Rasulallah, mereka itu adalah keluarga tuan dan kami mengetahui bahwa mereka itu baik”.

Ali berkata :”Allah tidak menyempitkan Tuan dan masih banyak wanita selainnya. Untuk itu sebaiknya Tuan bertanya kepada Barirah (pembantu rumah tangga Aisyah) pasti ia akan menerangkan yang benar”.

Rasulullah memanggil Barirah, dan bertanya: “Wahai Barirah, apakah engkau melihat yang meragukanmu tentang Aisyah?. Ia menjawab:”Demi Allah yang telah mengutus tuan dengan haq, jika aku melihat dari padanya sesuatu hal, tentu tak kan aku sembunyikan, tiada lebih ia seorang yang masih sangat muda, masih suka tertidur di samping tepung yang sedang diadoni, dan membiarkan ternaknya makan tepung karena tertidur”.

Maka berdirilah Raulullah di atas mimbar meminta bukti dari Abdullah bin Ubay bin Salul dengan berkata:”Wahai kaum Muslimin siapakah yang dapat menunjukkan orang yang telah menyakiti keluargaku, karena demi Allah aku tidak mengetahui tentang isteriku kecuali kebaikan”.

Di saat itu Aisyah sedang menangis sepanjang hari, demikian juga pada malam harinya, air matanya mengalir dan tidak sekejap pun dapat tidur, dan ibu-bapaknya mengira bahwa tangisannya akan membelah jantungnya.

Ketika kedua orang tuanya menunggui Aisyah yang sedang menangis, datanglah seorang wanita Anshar meminta izin masuk, dan Aisyah-pun mengizinkannya serta duduklah wanita itu di sisinya ikut menangis.

Ketika itu datanglah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberi salam dan duduk serta membaca syahadat dan berkata: ”Amma ba’du. Wahai Aisyah! Sesungguhnya telah sampai ke telingaku hal-hal mengenai dirimu. Sekiranya engkau bersih, maka Allah akan membersihkanmu dan jika engkau melakukan dosa, maka mintalah ampun kepada Allah. Sesungguhnya seseorang yang mengakui dosanya kemudian bertaubat, Allah akan menerima taubatnya”. Setelah beliau selesai bicara berkatalah Aisyah kepada ayahnya: ”Coba jawabkan untukku wahai Ayahku!” Abu Bakar menjawab: ”Apa yang mesti aku katakan?” Lalu Aisyah berkata kepada ibunya: “Coba jawab perkataan Rasulullah untukku wahai Ibuku!”. Ia menjawab: ”Demi Allah, apa yang mesti aku katakan?” Akhirnya Aisyah pun menjawab: “Aku ini seorang wanita yang masih sangat muda. Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa Tuan telah mendengar apa-apa dan terkena di hati tuan bahkan Tuan mempercayainya. Sekiranya aku berkata bahwa aku bersih, dan Allah mengetahui bahwa aku bersih, Tuan tidak akan mempercayainya”.

Hal ini terjadi setelah sebulan lamanya tidak turun wahyu berkenaan dengan peristiwa Aisyah.

Setelah itu ia pun pindah dan berbaring di tempat tidurnya.

Belum juga Rasulullah meninggalkan tempat duduknya dan tak seorangpun dari isi rumah yang keluar, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi, dan tampak sekali Rasulullah kepayahan sebagaimana biasanya apabila menerima wahyu.

Setelah selesai turun wahyu, kalimat pertama yang Rasulullah ucapkan ialah: “Bergembiralah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membersihkanmu”.

Maka berkatalah ibunya kepada Aisyah: ”Bangun dan menghadaplah kepadanya”. Aisyah berkata: ”Demi Allah, aku tidak akan bangun menghadap kepadanya, dan tidak akan memuji syukur kecuali kepada Allah yang telah menurunkan ayat yang menyatkan kesucianku.[1]

Setelah kejadian ini, Abu Bakar yang biasanya memberi nafkah kepada Misthah karena hubungan kerabat dan kefakirannya, berkata: “Demi Allah, aku tidak akan memberi nafkah lagi kepada Misthah karena ucapannya tentang Aisyah” maka turunlah Ayat 22 .[2]


وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ
يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ


Artinya: Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantun) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.



Ayat itu memberi teguran kepada orang-orang yang bersumpah tidak akan memberi nafkah kepada kerabat, fakir, dan lainnya karena merasa disakiti hatinya oleh mereka.



Abu Bakar berkata: “Demi Allah, sesungguhnya aku mengharapkan ampunan”. Ia pun terus menafkahi Misthah sebagaimana semula.[3]



Kekecewaan Abu Bakar terhadap Misthah tidak menghalanginya untuk terus berbuat baik, meskipun kepada orang yang pernah menyakiti diri dan keluarganya.



Permasalahan ini dalam surah An Nur dibahas dalam ayat 11 sampai 26

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ (11) لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ (12) لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ (13) وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (14) إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ (15) وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ (16) يَعِظُكُمَ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (17) وَيُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآَيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (18) إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آَمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (19) وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (20) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (21) وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (22) إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (23) يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (24) يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللَّهُ دِينَهُمُ الْحَقَّ وَيَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ الْمُبِينُ (25) الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (26)

Artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagimu,bahkan ia adalah baik bagimu. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakan.

Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mu’minin dan mu’minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata”.

Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.

Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.

Ingatlah di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia di sisi Allah adalah besar.

Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha suci Engkau Ya Tuhan kami. Ini adalah dusta yang besar.

Allah memperingatka kamu agar (jangan) kembali berbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.

Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kaum kerabatnya, orang-orang yang miskin dan orang-orang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari ketika, lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah Yang Maha Besar, lagi Maha menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya).

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik (pula). Mereka yang dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga).

Sumber : http://imamuna.wordpress.com/2008/11/21/pelajaran-keenam-tafsir-surat-an-nur-ayat-11-26/#more-157

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jalan Langsung Menuju Kebaikan

Kebaikan ??? Setiap orang pasti menginginkan yg namanya kebaikan,siapapun ia ,bahkan sekelas orang penting didunia ini pun pasti menginginkan yg namanya kebaikan didalam ayat Al-Qur'an (Qs.Fathir : 10 ) "Barangsiapa menghendaki kemuliaan,maka ( ketahuilah ) kemuliaan itu semuanya milik Allah. KepadaNya lah akan naik perkataan-perkataan yg baik, dan amal kebajikan Dia Akan mengangkatnya. Adapun orang-orang yg merencanakan kejahatan mereka akan mendapat azab yg sangat keras, dan rencana jahat mereka akan hancur " dari ayat tersebut diatas,sedikitnya ada 3 pelajaran penting yg seyogyanya dijadikan bahan renungan sekaligus diusahakan implementasinya dalam kehidupan keseharian oleh orang2 yg beriman. 1. Ayat tersebut diatas menegaskan bahwa kemuliaan hidup itu hanya akan diraih manakala seseorang bertindak dan berbuat sesuai dengan ketentuan Allah dan rosulNya.kesungguhan dalam berbuat kebaikan,kejujuran dan amanah dan keberpihakan pada kemaslahatan bersama,itulah sesungguhnya hakikat kemuliaan. Meskipun tidak selalu disertai dengan melimpah ruahnya harta atau dengan jabatan formal yg tinggi, tentu akan lebih utama jika harta dan jabatan dipergunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama dalam rangka meraih kemuliaan itu. 2. Segala amal perbuatan yg terpuji,baik dalam bentuk ucapan maupun tindakan,sesungguhnya memiliki jalur langsung kepada Allah dan akan diangkat serta dilaporkan oleh para malaikat kehadirat Allah, Zat yg Mahatinggi dan Mahamulia. Karena itu, berbuat baik yg disertai keikhlasan dan kesungguhan harus menjadi lifestyle atau gaya hidup orang yg beriman,termasuk berbuat buat baik kepada orang yg tidak pernah berbuat baik kepada kita sekalipun. Dalam HR.Muslim,Rosulullah SAW bersabda: "Diantara perbuatan yg sangat utama dan sangat terpuji (afdhalul-fadhail) adalah engkau mampu bersilaturrahim dengan orang yg memutuskannya. Engkau mampu bersedia memberi kepada orang yg tak pernah mau memberi kepada anda karena kebakhilannya. Engkau mampu memaafkan orang yg berlaku dzalim dan curang kepada anda" Dalam surah An-Nur : 22 dijelaskan bahwa : "Dan janganlah orang-orang yg mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi bantuan kepada kerabatnya orang2 yg berhijrah dijalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu ? Dan Allah Maha pengampun,Maha penyayang." 3. Jika kemuliaan yg hakiki diraih melalui ketundukan dan kepatuhan kpd Allah disertai perbuatan amal sholeh yg terus menerus,baik dengan ucapan maupun tindakan yg dilandasi dengan keikhlasan dan dibingkai dengan kesungguhan, niscaya segala bentuk kejahatan dari orang2 yg berperilaku jahat,pasti akan mengalami kehancuran dan kebinasaan. Harus kita yakini bahwa segala bentuk kedzoliman dan keburukan akan hancur dengan sendirinya manakala kita istiqomah dalam menebar benih2 kebaikan dan menanam pohon kebajikan. "Dan jika Allah menimpakan bencana kepadamu,maka tidak ada yg dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu,maka tidak ada yg dapat menolak karuniaNya.Dia memberi kebaikan kepada siapa saja yg dia kehendaki diantara hamba2Nya. Dia Maha pengampun,maha penyayang." (Qs.Yunus : 107) Sumber : Koran Republika pada Kolom Hikmah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS