BERITA PALSU TENTANG AISYAH R.A

TAFSIR SURAT AN NUR AYAT 11 – 26
BERITA PALSU TENTANG AISYAH R.A
SEBUAH PROSES TARBIYAH QUR’ANIYAH


Islam menghendaki terbentuknya masyarakat yang bersih dan terhormat, jauh dari perbuatan-perbuatan negatif yang merusak sendi-sendinya. Sehingga masyarakat mampu berperan pula sebagai pendidik bagi warganya.

Tersebarnya isu-isu negatif ke tengah masyarakat akan sangat berdampak luas pada fungsi pendidikan terutama pembinaan akhlaq. Dan isu negatif yang paling sensitif menyebar di masyarakat adalah isu perzinaan. Keresahan dan goncangan akan mengganggu dinamika masyarakat.

Islam telah berusaha maksimal meminimalisir penyebaran isu-isu negatif itu. Namun jika terjadi pula muncul isu negatif tentang seseorang, Islam mengajarkan untuk menghentikan isu itu dan fihak yang diisukan untuk pandai mengambil pelajaran.

Tuduhan perselingkuhan itu dituduhkan pada Aisyah ra, oleh kaum munafiq dan melibatkan tokoh-tokoh penting dalam Islam, seperti Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai suami, Abu Bakar As Shiddiq ayah Aisyah dan sahabat terdekat Nabi, Shafwan ibn Al Mu’aththil seorang veteran Badr, seperti yang diterangkan dalam sababun nuzul ayat 11 sampai 22 ini.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila akan bepergian, ia mengundi dahulu, siapa di antara isterinya yang akan dibawa ikut serta dalam perjalanan itu. Demikian juga Rasulullah mengundi isterinya yang akan dibawa ke medan perang. Pada suatu hari dan kejadiannya setelah turun ayat hijab, kebetulan Aisyah terundi untuk dibawa. Aisyah digotong di atas tandu, dan tandu itu ditaruh di atas onta untuk kemudian berangkat.

Setelah selesai peperangan dan ketika pulang hampir mendekati Madinah, Rasulullah memberi izin untuk berhenti sebentar pada waktu malam. Aisyah turun dan pergi buang air. Ketika sampai kembali ke tempatnya, Aisyah meraba dadanya ternyata kalungnya hilang, sehingga ia pulang kembali ke tempat tadi untuk mencari kalungnya.

Lama ia mencarinya, dan orang-orang yang memikul tandunya mengangkat kembali tandu itu ke atas unta yang dinaikinya. Mereka mengira bahwa Aisyah ada di dalamnya, karena wanita-wanita pada waktu itu badannya enteng dan langsing-langsing, sehingga tidak begitu terasa bedanya antara tandu kosong dengan yang berisi.

Kalung itu diketemukan setelah pasukan Rasulullah berangkat, sehingga tak seorangpun terdapat di situ. Aisyah duduk kembali di tempat berhenti tadi, dengan harapan orang-orang akan menjemputnya atau mencarinya kembali.

Ketika duduk di tempat istirahat tadi Aisyah mengantuk dan terus tertidur. Kebetulan sekali Shafwan bin Al Mu’aththil yang tertinggal oleh pasukan karena suatu halangan pada pagi hari itu sampai ke tempat pemberhentian Aisyah dan melihat ada benda hitam bayangan manusia. Ia dapat mengenalnya karena sebelum turun ayat hijab pernah melihatnya.

Aisyah terbangun karena Shafwan mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” dan segera Aisyah menutup mukanya dengan kerudungnya. Tidak sepatah katapun yang diucapkan Aisyah dan ia tidak mendengar kecuali ucapan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” tadi. Ketika itu Shafwan menyuruh untanya berlutut agar Aisyah dapat naik di atas unta tersebut, dan ia menuntun unta itu sehingga sampai ke tempat pasukan yang sedang berteduh di tengah hari. Hal itulah yang terjadi pada diri Aisyah. Maka celakalah orang yang menuduhnya dengan fitnah yang dilancarkan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul.

Ketika sampai ke Madinah Aisyah menderita sakit selama satu bulan, dan orang-orang menyebar luaskan fitnah yang dibuat oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, tapi Aisyah sendiri tidak mengetahuinya.

Setelah Aisyah merasa agak sembuh, ia memaksakan diri dibimbing Ummu Misthah pergi buang air. Ummu Misthah tergelincir dan latah dengan ucapan: ”Celaka anakku si Misthah”. Aisyah bertanya :”Mengapa engkau berkata demikian, mencaci maki seorang yang ikut serta dalam perang Badr”. Ummu Misthah berkata: “Wahai junjunganku! Tidakkah engkau mendengar apa yang ia katakana?”. Aisyah bertanya : “Apa yang ia katakan?”. Lalu Ummu Misthah menceritakan fitnah yang tersebar sehingga bertambahlah penyakit Aisyah.

Pada suatu hari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang menemuinya, tidak seperti biasanya dalam menyikapi Aisyah. Rasulullah hanya bertanya : “Bagaimana keadaanmu”?. Kemudian Aisyah meminta izin untuk pergi ke Ibu-Bapaknya untuk meyakinkan khabar yang tersebar itu. Rasulullah mengizinkan, dan ketika sampai di rumah orang tuanya, Aisyah bertanya kepada ibunya: ”Wahai ibuku! Apa yang mereka katakan tentang diriku?” Ia menjawab: ”Wahai anakku! Demi Allah tabahkanlah hatimu! Sangatlah sedikit wanita yang cantik dan dicintai suaminya serta dimadu, pasti banyak yang akan menghasutnya”. Aisyah berkata: “Subhanallah, apakah sampai demikian orang-orang memperbincangkanku. Dan apakah hal ini sampai kepada Rasulullah?” Ibunya mengiyakan. Iapun menangis malam itu hingga pagi, sehingga air matanya tak henti-hentinya mengalir.

Pada suatu hari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid untuk membicarakan perceraian dengan isterinya, karena wahyu tidak turun.

Usamah mengemukakan pendapatnya bahwa sepanjang pengetahuannya keluarga Rasul itu adalah orang baik. Berkata: “Ya Rasulallah, mereka itu adalah keluarga tuan dan kami mengetahui bahwa mereka itu baik”.

Ali berkata :”Allah tidak menyempitkan Tuan dan masih banyak wanita selainnya. Untuk itu sebaiknya Tuan bertanya kepada Barirah (pembantu rumah tangga Aisyah) pasti ia akan menerangkan yang benar”.

Rasulullah memanggil Barirah, dan bertanya: “Wahai Barirah, apakah engkau melihat yang meragukanmu tentang Aisyah?. Ia menjawab:”Demi Allah yang telah mengutus tuan dengan haq, jika aku melihat dari padanya sesuatu hal, tentu tak kan aku sembunyikan, tiada lebih ia seorang yang masih sangat muda, masih suka tertidur di samping tepung yang sedang diadoni, dan membiarkan ternaknya makan tepung karena tertidur”.

Maka berdirilah Raulullah di atas mimbar meminta bukti dari Abdullah bin Ubay bin Salul dengan berkata:”Wahai kaum Muslimin siapakah yang dapat menunjukkan orang yang telah menyakiti keluargaku, karena demi Allah aku tidak mengetahui tentang isteriku kecuali kebaikan”.

Di saat itu Aisyah sedang menangis sepanjang hari, demikian juga pada malam harinya, air matanya mengalir dan tidak sekejap pun dapat tidur, dan ibu-bapaknya mengira bahwa tangisannya akan membelah jantungnya.

Ketika kedua orang tuanya menunggui Aisyah yang sedang menangis, datanglah seorang wanita Anshar meminta izin masuk, dan Aisyah-pun mengizinkannya serta duduklah wanita itu di sisinya ikut menangis.

Ketika itu datanglah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberi salam dan duduk serta membaca syahadat dan berkata: ”Amma ba’du. Wahai Aisyah! Sesungguhnya telah sampai ke telingaku hal-hal mengenai dirimu. Sekiranya engkau bersih, maka Allah akan membersihkanmu dan jika engkau melakukan dosa, maka mintalah ampun kepada Allah. Sesungguhnya seseorang yang mengakui dosanya kemudian bertaubat, Allah akan menerima taubatnya”. Setelah beliau selesai bicara berkatalah Aisyah kepada ayahnya: ”Coba jawabkan untukku wahai Ayahku!” Abu Bakar menjawab: ”Apa yang mesti aku katakan?” Lalu Aisyah berkata kepada ibunya: “Coba jawab perkataan Rasulullah untukku wahai Ibuku!”. Ia menjawab: ”Demi Allah, apa yang mesti aku katakan?” Akhirnya Aisyah pun menjawab: “Aku ini seorang wanita yang masih sangat muda. Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa Tuan telah mendengar apa-apa dan terkena di hati tuan bahkan Tuan mempercayainya. Sekiranya aku berkata bahwa aku bersih, dan Allah mengetahui bahwa aku bersih, Tuan tidak akan mempercayainya”.

Hal ini terjadi setelah sebulan lamanya tidak turun wahyu berkenaan dengan peristiwa Aisyah.

Setelah itu ia pun pindah dan berbaring di tempat tidurnya.

Belum juga Rasulullah meninggalkan tempat duduknya dan tak seorangpun dari isi rumah yang keluar, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi, dan tampak sekali Rasulullah kepayahan sebagaimana biasanya apabila menerima wahyu.

Setelah selesai turun wahyu, kalimat pertama yang Rasulullah ucapkan ialah: “Bergembiralah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membersihkanmu”.

Maka berkatalah ibunya kepada Aisyah: ”Bangun dan menghadaplah kepadanya”. Aisyah berkata: ”Demi Allah, aku tidak akan bangun menghadap kepadanya, dan tidak akan memuji syukur kecuali kepada Allah yang telah menurunkan ayat yang menyatkan kesucianku.[1]

Setelah kejadian ini, Abu Bakar yang biasanya memberi nafkah kepada Misthah karena hubungan kerabat dan kefakirannya, berkata: “Demi Allah, aku tidak akan memberi nafkah lagi kepada Misthah karena ucapannya tentang Aisyah” maka turunlah Ayat 22 .[2]


وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ
يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ


Artinya: Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantun) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.



Ayat itu memberi teguran kepada orang-orang yang bersumpah tidak akan memberi nafkah kepada kerabat, fakir, dan lainnya karena merasa disakiti hatinya oleh mereka.



Abu Bakar berkata: “Demi Allah, sesungguhnya aku mengharapkan ampunan”. Ia pun terus menafkahi Misthah sebagaimana semula.[3]



Kekecewaan Abu Bakar terhadap Misthah tidak menghalanginya untuk terus berbuat baik, meskipun kepada orang yang pernah menyakiti diri dan keluarganya.



Permasalahan ini dalam surah An Nur dibahas dalam ayat 11 sampai 26

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ (11) لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ (12) لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ (13) وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (14) إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ (15) وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ (16) يَعِظُكُمَ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (17) وَيُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآَيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (18) إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آَمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (19) وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (20) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (21) وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (22) إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (23) يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (24) يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللَّهُ دِينَهُمُ الْحَقَّ وَيَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ الْمُبِينُ (25) الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (26)

Artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagimu,bahkan ia adalah baik bagimu. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakan.

Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mu’minin dan mu’minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata”.

Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.

Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.

Ingatlah di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia di sisi Allah adalah besar.

Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha suci Engkau Ya Tuhan kami. Ini adalah dusta yang besar.

Allah memperingatka kamu agar (jangan) kembali berbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.

Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kaum kerabatnya, orang-orang yang miskin dan orang-orang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari ketika, lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah Yang Maha Besar, lagi Maha menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya).

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik (pula). Mereka yang dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga).

Sumber : http://imamuna.wordpress.com/2008/11/21/pelajaran-keenam-tafsir-surat-an-nur-ayat-11-26/#more-157

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jalan Langsung Menuju Kebaikan

Kebaikan ??? Setiap orang pasti menginginkan yg namanya kebaikan,siapapun ia ,bahkan sekelas orang penting didunia ini pun pasti menginginkan yg namanya kebaikan didalam ayat Al-Qur'an (Qs.Fathir : 10 ) "Barangsiapa menghendaki kemuliaan,maka ( ketahuilah ) kemuliaan itu semuanya milik Allah. KepadaNya lah akan naik perkataan-perkataan yg baik, dan amal kebajikan Dia Akan mengangkatnya. Adapun orang-orang yg merencanakan kejahatan mereka akan mendapat azab yg sangat keras, dan rencana jahat mereka akan hancur " dari ayat tersebut diatas,sedikitnya ada 3 pelajaran penting yg seyogyanya dijadikan bahan renungan sekaligus diusahakan implementasinya dalam kehidupan keseharian oleh orang2 yg beriman. 1. Ayat tersebut diatas menegaskan bahwa kemuliaan hidup itu hanya akan diraih manakala seseorang bertindak dan berbuat sesuai dengan ketentuan Allah dan rosulNya.kesungguhan dalam berbuat kebaikan,kejujuran dan amanah dan keberpihakan pada kemaslahatan bersama,itulah sesungguhnya hakikat kemuliaan. Meskipun tidak selalu disertai dengan melimpah ruahnya harta atau dengan jabatan formal yg tinggi, tentu akan lebih utama jika harta dan jabatan dipergunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama dalam rangka meraih kemuliaan itu. 2. Segala amal perbuatan yg terpuji,baik dalam bentuk ucapan maupun tindakan,sesungguhnya memiliki jalur langsung kepada Allah dan akan diangkat serta dilaporkan oleh para malaikat kehadirat Allah, Zat yg Mahatinggi dan Mahamulia. Karena itu, berbuat baik yg disertai keikhlasan dan kesungguhan harus menjadi lifestyle atau gaya hidup orang yg beriman,termasuk berbuat buat baik kepada orang yg tidak pernah berbuat baik kepada kita sekalipun. Dalam HR.Muslim,Rosulullah SAW bersabda: "Diantara perbuatan yg sangat utama dan sangat terpuji (afdhalul-fadhail) adalah engkau mampu bersilaturrahim dengan orang yg memutuskannya. Engkau mampu bersedia memberi kepada orang yg tak pernah mau memberi kepada anda karena kebakhilannya. Engkau mampu memaafkan orang yg berlaku dzalim dan curang kepada anda" Dalam surah An-Nur : 22 dijelaskan bahwa : "Dan janganlah orang-orang yg mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi bantuan kepada kerabatnya orang2 yg berhijrah dijalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu ? Dan Allah Maha pengampun,Maha penyayang." 3. Jika kemuliaan yg hakiki diraih melalui ketundukan dan kepatuhan kpd Allah disertai perbuatan amal sholeh yg terus menerus,baik dengan ucapan maupun tindakan yg dilandasi dengan keikhlasan dan dibingkai dengan kesungguhan, niscaya segala bentuk kejahatan dari orang2 yg berperilaku jahat,pasti akan mengalami kehancuran dan kebinasaan. Harus kita yakini bahwa segala bentuk kedzoliman dan keburukan akan hancur dengan sendirinya manakala kita istiqomah dalam menebar benih2 kebaikan dan menanam pohon kebajikan. "Dan jika Allah menimpakan bencana kepadamu,maka tidak ada yg dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu,maka tidak ada yg dapat menolak karuniaNya.Dia memberi kebaikan kepada siapa saja yg dia kehendaki diantara hamba2Nya. Dia Maha pengampun,maha penyayang." (Qs.Yunus : 107) Sumber : Koran Republika pada Kolom Hikmah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kisah Ka'ab Bin Malik

Sumber : Buku karangan Fathi yakan yang berjudul " Yang Berguguran Dijalan Da'wah "

Pada perang Tabuk, ada beberapa sahabat yang tidak berangkat berperang. Salah satu di antar mereka. Salah satu di antara mereka adalah Ka’ab bin Malik. Marilah kita dengarkan cerita Ka’ab yang menunjukkan kejujuran imannya, usai turunnya pengampunan Allah atas dosanya.

“Aku sama sekali tidak pernah absent mengikuti semua peperangan bersama Rasululah saw, kecuali dalam perang Tabuk. Perihal ketidakikutsertaanku dalam perang Tabuk itu adalah karena kelalaian diriku terhadap perhiasan dunia, ketika itu keadaan ekonomiku jauh lebih baik daripada hari-hari sebelumnya. Demi Allah, aku tidak pernah memiliki barang dagangan lebih dari dua muatan onta, akan tetapi pada waktu peperangan itu aku memikinya.

Sungguh, tidak pernah Rasullah saw. merencanakan suatu peperangan melainkan beliau merahasiakan hal itu, kecuali pada perang Tabuk ini. Peperangan ini, Rasulullah saw. lakukan dalam kondisi panas terik matahari gurun yang sangat menyengat, menempuh perjalanan nan teramat jauh, serta menghadapi lawan yang benar-benar besar dan tangguh. Jadi, rencananya jelas sekali bagi kaum muslimin untuk mempersiapkan diri masing-masing menuju suatu perjalanan dan peperangan yang jelas pula.

Rasulullah saw. mempersiapkan pasukan yang akan berangkat. Aku pun mempersiapkan diri untuk ikut serta, tiba-tiba timbul pikiran ingin membatalkannya, lalu aku berkata dalam hati, “Aku bisa melakukannya kalau aku mau!”

Akhirnya, aku terbawa oleh pikiranku yang ragu-ragu, hingga para pasukan kaum muslimin mulai meninggalkan Madinah. Aku lihat pasukan kaum muslimin mulai meninggalkan Madinah, maka timbul pikiranku untuk mengejar mereka, toh mereka belum jauh. Namun, aku tidak melakukannya, kemalasan menghampiri dan bahkan menguasai diriku.

Tampaknya aku ditakdirkan untuk tidak ikut Akan tetapi, sungguh aku merasakan penderitaan batin sejak Rasulullah saw. meninggalkan Madinah. Bila aku keluar rumah, maka di jalan-jalan aku merasakan keterkucilan diri sebab aku tidak melihat orang kecuali orang-orang yang diragukan keislamannya. Merekalah orang-orang yang sudah mendapatkan rukhshah atau ijinAllah Ta’ala untuk uzur atau kalau tidak demikian maka mereka adalah orang-orang munafik. Padahal, aku merasakan bahwa diriku tidak termasuk keduanya.

Konon, Rasulullah saw. tidak menyebut-nyebut namaku sampai ke Tabuk. Setibanya di sana, ketika beiau sedang duduk-duduk bersama sahabatnya, beliau bertanya, “Apa yang dilakukan Ka’ab bin Malik?”

Seorang dari Bani Salamah menjawab, “Ya Rasulullah, ia ujub pada keadaan dan dirinya!” Mu’az bin Jabal menyangkal, “Buruk benar ucapanmu itu! Demi Allah, ya Rasulullah, aku tidak pernah mengerti melainkan kebaikannya saja!”Rasulullahsaw. hanya terdiam saja.

Beberapa waktu setelah berlalu, aku mendengar Rasulllah saw. kembali dari kancah jihad Tabuk. Ada dalam pikiranku berbagai desakan dan dorongan untuk membawa alasan palsu ke hadapan Rasulullah saw., bagaimana caranya supaya tidak terkena marahnya? Aku minta pandapat dari beberapa orang keluargaku yang terkenal berpikiran baik. Akan tetapi, ketika aku mendengar Nabi saw., segera tiba di Madinah, lenyaplah semua pikiran jahat itu. Aku merasa yakin bahwa aku tidak akan pernah menyelamatkan diri dengan kebatilan itu sama sekali. Maka, aku bertekad bulat akan menemui Rasulullah saw. dan mengatakan dengan tidak sebenarnya.

Pagi-pagi, Rasulullah saw. memasuki kota Madinah. Sudah menjadi kebiasaan, kalau beliau kembali dari suatu perjalanan, pertama masuk ke masjid dan shalat dua rakaat. /Demikian pula usai dari Tabuk, selesai shalat beliau kemudian duduk melayani tamu-tamunya. Lantas, berdatanganlah orang-orang yang tidak ikut perang Tabuk dengan membawa alasan masing-masing diselingi sumpah palsu untuk menguatkan alasan mereka. Jumlah mereka kira-kira delapan puluhan orang. Rasulullah saw. menerima alasan lahir mereka; dan mereka pun memperbaharui baiat setia mereka. Beliau memohonkan ampunan bagi mereka dan menyerahkan soal batinnya kepada Allah. Tibalah giliranku, aku datang mengucapkan salam kepada beliau. Beliau membalas dengan senyuman pula, namun jelas terlihat bahwa senyuman beliau adalah senyuman yang memendam rasa marah. Beliau kemudian berkata, “Kemarilah!”

Aku pun menghampirinya, lalu duduk di hadapannya. Beliau tiba-tiba bertanya, “Wahai Ka’ab, mengapa dirimu tidak ikut? Bukankah kau telah menyatakan baiat kesetianmu?”

Aku menjawab, “Ya Rasulullah! Demi Allah. Kalau duduk di hadapan penduduk bumi yang lain, tentulah aku akan berhasil keluar dari amarah mereka dengan berbagai alasan dan dalil lainnya. Namun, demi Allah. Aku sadar kalau aku berbicara bohong kepadamu dan engkau pun menerima alasan kebohonganku, aku khawatir Allah akan membenciku. Kalau kini aku bicara jujur, kemudian karena itu engkau marah kepadaku, sesungguhnya aku berharap Allah akan mengampuni kealpaanku. Ya Rasululah saw., demi Allah, aku tidak punya uzur. Demi Allah, keadaan ekonomiku aku tidak pernah stabil disbanding tatkala aku mengikutimu itu!”

Rasulullah berkata, “Kalau begitu, tidak salah lagi. Kini, pergilah kau sehingga Allah menurunkan keputusan-Nya kepadamu!”

Aku pun pergi diikuti oleh orang-orang Bani Salamah. Mereka berkata kepada, “Demi Allah. Kami belum pernah melihatmu melakukan dosa sebelum ini. Kau tampaknya tidak mampu membuat-buat alasan seperti yang lain, padahal dosamu itu sudah terhapus oleh permohonan ampun Rasulullah!”

Mereka terus saja menyalahkan tindakanku itu hingga ingin rasanya aku kembali menghadap Rasullah saw. untuk membawa alasan palsu, sebagaimana orang lain melakukannya.

Aku bertanya kapada mereka, “Apakah ada orang yang senasib denganku?”

Mereka menjawab, “Ya! Ada dua orang yang jawabannya sama dengan apa yang kau perbuat. Sekarang mereka berdua juga mendapat keputusan yang sama dari Rasulullah sebagaimana keadaanmu sekarang!”

Aku bertanya lagi, “Siapakah mereka itu?”

Mereka menjawab, “Murarah bin Rabi’ah Al-Amiri dan Hilal bin Umayah Al-Waqifi.”

Mereka menyebutkan dua nama orang shalih yang pernah ikut dalam perang Badr dan yang patut diteladani. Begitu mereka menyebutkan dua nama orang itu, aku bergegas pergi menemui mereka.

Tak lama setelah itu, aku mendengar Rasululah melarang kaum muslimin berbicara dengan kami bertiga, di antara delapan puluhan orang yang tidak ikut dalam perang tersebut.

Kami mengucilkan diri dari masyarakat umum. Sikap mereka sudah lain kapada kami sehingga rasanya aku hidup di suatu negeri yang lain dari negeri yang aku kenal sebelumnya. Kedua rekanku itu mendekam di rumah masing-masing menangisi nasib dirinya, tetapi aku yang paling kuat dan tabah di antara mereka. Aku keluar untuk shalat jamaah dan kaluar masuk pasar meski tidak seorang pun yang mau berbicara denganku atau menanggapi bicaraku. Aku juga datang ke majilis Rasullah saw. sesudah beliau shalat. Aku mengucapkan salam kepada beliau, sembari hati kecilku bertanya-tanya memperhatikan bibir beliau, “Apakah beliau menggerakkan bibirnya menjawab salamku atau tidak?”

Aku juga shalat dekat sekali dengan beliau. Aku mencuri pandang melihat pandangan beliau. Kalau aku bangkit mau shalat, ia melihat kepadaku. Namun, apabila aku melihat kepadanya, ia palingkan mukanya cepat-cepat. Sikap dingin masyarakat kepadanya, ia palingkan mukanya cepat-cepat. Sikap dingin masyarakat kepadaku terasa lama sekali. Pada suatu hari, aku mengetuk pintu paga Abu Qaradah, saudara misanku dan ia adalah saudara yang paling aku cintai. Aku mengucapkan salam kepadanya, tetapi demi Allah, ia tidak menjawab salamku.

Aku menegurya, “Abu Qatadah! Aku mohon dengan nama Allah, apakah kau tau bahwa aku mencintai Allah dan Rasul-Nya?”

Ia diam. Aku mengulangi permohonanku itu, namun ia tetap terdiam. Aku mengulangi permohonanku itu, namun ia tetap terdiam. Aku mengulanginya sekali lagi, tapi ia hanya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!”

Air mataku tidak tertahankan lagi. Kemudian aku kembali dengan penuh rasa kecewa.

Pada suatu hari, aku berjalan-jalan ke pasar kota Madinag. Tiba-tiba datanglah orang awam dari negeri Syam. Orang itu biasanya mengantarkan dagangan pangan ke kota Madinah. Ia bertanya, “Siapakah yang mau menolongku menemui Ka’ab bin Malik?”

Orang-orang di pasar itu menunjuk kepdaku, lalu orang itu datang kepadaku dan menyerahkan sepucuk surat kepadaku dan menyerahkan sepucuk surat dari raja Ghassan. Setelah kubuka, isinya sebagai berikut, “… Selain dari itu, bahwa sahabatmu sudah bersikap dingin terhadapmu. Allah tidak menjadikan kau hidup terhina dan sirna. Maka, ikutlah dengan kami di Ghassan, kamu akan menghiburmu!”

Hatiku berkata ketika membaca surat itu, “Ini juga salah satu ujian!” Lalu aku memasukkan surat itu ke dalam tungku dan membakarnya.

Pada hari yang ke-40 dari pengasinganku di kampong halaman sendiri, ketika aku menanti-nantikan turunnya wahyu tiba-tiba datanglah kepadaku seorang pesuruh Rasulullah saw. menyampaikan pesannya, “Rasulullah memerintahkan kepadamu supaya kamu menjauhi istrimu!”

Aku semakin sedih, namun aku juga semakin pasrah kepada Allah, hingga terlontar pertanyaanku kepadanya, “Apakah aku harus menceraikannya atau apa yang akan kulakukan?”

Ia menjelaskan, “Tidak. Akan tetapi, kamu harus menjauhkan dirimu darinya dan menjauhkannya dari dirimu!”

Kiranya Rasulullah juga sudah mengirimkan pesannya kepada dua sahabatku yang bernasib sama. Aku langsung memerintahkan kepada istriku, “Pergilah kau kepada keluargamu sampai Allah memutuskan hukumnya kepada kita!”

Istri Hilal bin Umaiyah datang menghadap Rasulullah saw. lalu ia bertanya, “Ya Rasulullah, sebenarnya Hilal bin Umaiyah seorang yang sudah sangat tua, lagi pula ia tidak memiliki seorang pembantu. Apakah ada keberatan kalau aku melayaninya di rumah?”

Rasulullah saw. menjawab, “Tidak! Akan tetapi ia tidak boleh mendekatimu!”

Istri Hilal menjelaskan, “Ya Rasulullah! Ia sudah tidak bersemangat pada yang itu lagi. Demi Allah, yang dilakukannya hanya menangisi dosanya sejak saat itu hingga kini!”

Ada seorang familiku yang juga mengusulkan, “Coba minta izin kepada Rasulullah supaya istrimu melayai dirimu seperti halanya istri Hilal bin Umayah!”

Aku menjawab tegas, “Tidak Aku tidak akan minta izin kepada Rasulullah saw. tentang istriku. Apa katanya kelak, sedangkan aku masih muda?”

Akhirnya, hari-hari selanjutnya aku hidup seorang diri di rumah. Lengkaplah bilangan malam sejak orang-orang dicegah berbicara denganku menjadi 50 hari 50 malam. Pada waktu sedang shalat subuh di suatu pagi dari malam yang ke-50 ketika aku sedang dudung berdzkir minta ampun dan mohon dilepaskan dari kesempitan hidup dalam alam yang luas ini, tiba-tiba aku mendengar teriakan orang-orang memanggil namaku. ‘Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah! Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah!”

Mendengar berita itu aku langsung sujud memanjatkan syukur kepada Allah. Aku yakin pembebasan hukuman telah dikeluarkan. Aku yakin, Allah telah menurunkan ampunan-Nya.

Rasulullah menyampaikan berita itu kepada shahabat-shahabatnya seusai shalat shubuh bahwa Allah telah mengampuni aku dan dua orang shahabatku. Berlomba-lombalah orang mendatangi kami, hendak menceritakan berita germbira itu. Ada yang datang dengan berkuda, ada pula yang datang dengan berlari dari jauh mendahului yang berkuda. Sesudah keduanya sampai di hadapanku, aku berikan kepada dua orang itu kedua pakaian yang aku miliki. Demi Allah, saat itu aku tidak memiliki pakaian kecuali yang dua itu.

Aku mencari pinjaman pakaian untuk menghadap Rasullah. Ternyata aku telah disambut banyak orang dan dengan serta merta mereka mengucapkan selamat kepadaku. Demi Allah, tidak seorang pun dari muhajirin yang berdiri dan memberi ucapan selamat selain Thal’ah. Sikap Thalhah itu tak mungkin aku lupakan. Sesudah aku mengucapkan salam kepada Rasulullah, mukanya tampak cerah dan gembira, katanya kemudian, “Bergembiralah kau atas hari ini! Inilah hari yang paling baik bagimu sejak kau dilahirkan oleh ibumu!”

“Apakah dari Allah ataukah dari engkau ya Rasulullah?” tanyaku sabar.

“Bukan dariku! Pengampunan itu datangnya dari Allah!” jawab Rasul saw.

Demi Allah, aku belum pernah merasakan besarnya nikmat Allah kepadaku sesudah Dia memberi hidayah Islam kepadaku, lebih besar bagi jiwaku daripada sikap jujurku kepada Rasulullah saw.”

Ka’ab lalu membaca ayat pengampunannya itu dengan penuh haru dan syahdu, sementara air matanya berderai membasahi kedua pipinya.

“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian, Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah:118)



Gimana setelah membaca kisah di atas?



Sekarang kita hubungkan dengan kehidupan saat ini. Kalau Ka’ab bin Malik absen dari perang, kalau kita saat ini kita hubungkan dengan amanah-amanah kita. Bagaimana sikap kita ketika mendapat seruan untuk dakwah? Bagaimana sikap kita ketika mendapatkan amanah? Apakah kita memiliki ruhul istijabah dan bersigera untuk melaksanakannya? Apakah justru sebaliknya kita merasa enggan, malas dan akhirnya tidak berangkat seperti kisahnya Ka’ab bin Malik itu?

Kondisi yang dialami Ka’ab bin Malik saat itu adalah contoh kondisi ketika mengalami futur, ketika kondisi keimanannya lemah. Ka’ab bukan termasuk golongan orang munafik yang mengudzurkan dirinya untuk tidak ikut perang dengan berbagai alasan. Tetapi beliau jujur kepada Rasulullah menyadari kesalahannya dan bertaubat. Beliau segera bangkit dari kondisi futurnya dan ikhlas menerima hukuman apapun. Bagaimana dengan diri kita? Apakah kita akan mengudzurkan diri kita dengan berbagai alasan ketika kita diberi amanah, padahal alasan sebenarnya karena kemalasan kita. Apakah kita akan menyalahgunakan kepandaian kita untuk membuat-buat alasan. Apakah kita sering gak datang syuro tanpa alasan yang syar’i karena kita males atau mendahulukan yang lain yang tidak penting. Atau mungkin datang tapi sengaja telat karena menunda-nunda keberangkatannya tanpa ada udzur apapun. Padahal dalam sebuah ayat Al Qur’an, kita disuruh untuk berangkat jihad dalam keadaan merasa berat maupun ringan

Coba kita simak surat At-Taubah:41-49

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah : “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu.” Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.Semoga Allah mema`afkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. Dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.”Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.Sesungguhnya dari dahulupun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur berbagai macam tipu daya untuk (merusakkan)mu, hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah) dan menanglah agama Allah, padahal mereka tidak menyukainya.Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir. (QS.At-Taubah:41-49)

Dan bagaimana pula sikap kita jika kita ditegur terhadap kekhilafan kita? Apakah kita akan ikhlas menerimanya dan berusaha memperbaikinya serta bersikap tajarud seperti halnya Ka’ab ataukah kita justru mutung, merasa kecewa dan akhirnya keluar dari jalan Da'wah, ya.........., up to you.....

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PRINSIP-PRINSIP DASAR MANAJEMEN DALAM MEDIA MASSA

PRINSIP-PRINSIP DASAR MANAJEMEN DALAM MEDIA MASSA
Oleh :Soekartono

Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal.Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Sementara itu, Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal; dalam berbagai bidang seperti industri, pendidikan, kesehatan, bisnis, finansial dan sebagainya. Dengan kata lain efektif menyangkut tujuan dan efisien menyangkut cara dan lamanya suatu proses mencapai tujuan tersebut. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 553, 1990) menyebutkan, manajemen adalah proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mecapai sasaran.

Bagaimana Menerapkan Kebijakan dan Strategi

1.Semua kebijakan harus didiskusikan dengan semua personel manajerial dan staf.
2.Manajer harus mengerti dimana dan bagaimana mereka menerapkannya.
3.Rencana sebuah tindakan harus diberitahukan pada setiap departemen.
4.Kebijakan dan strategi harus diperiksa ulang secara berkala.
5.Perencanaan cadangan harus dipikirkan dalam kasus perubahan.

Fungsi Manajemen

Manajemen beroperasi melalui bermacam fungsi, biasanya digolongkan pada perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan atau motivasi dan pengaturan.

1.Perencanaan: memutuskan apa yang harus terjadi esok hari dan seterusnya dan membuat rencana untuk dilaksanakan.

2.Pengorganisasian: membuat penggunaan maksimal dari sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana dengan baik.

3.Leading/Kepemimpinan dan Motivasi: memakai kemampuan di area ini untuk membuat yang lain mengambil peran dengan efektif dalam mencapai suatu rencana

4.Pengendalian: monitoting – memantau kemajuan rencana, yang mungkin membutuhkan perubahan tergantung apa yang terjadi

Tingkatan Manajemen Keredaksian


1.Pimpinan Redaksi
Merupakan manajemen tingkat atas. Bertugas merencanakan kegiatan dan strategi keredaksian secara umum dan mengarahkan jalannya proses redaksi.

1.Middle management atau manajemen tingkat menengah bertugas sebagai penghubung antara manajemen puncak dan manajemen lini pertama, misalnya Wakil Pimpinan Redaksi atau Redaktur Pelaksana.

2.Lower management atau manejemen lini pertama (first-line management) adalah manajemen yang memimpin dan mengawasi tenaga-tenaga operasional. Manajemen ini dikenal pula dengan istilah manajemen operasional. Umumnya para redaktur halaman atau redaktur desk. Ada khusus halaman ekonomi, politik, pendidikan, kriminal, hukum dst.

Manajemen Mengandung Lima Fungsi:

1. perencanaan
2. pengorganisasian
3. kepemimpinan
4. koordinasi
5. pengaturan

Manajemen Keredaksian

Manajemen keredaksian dapat diartikan proses antar orang yang merupakan satu kesatuan secara efektif dalam sebuah organisasi media massa untuk mencapai tujuan atau sasaran. Manajemen keredaksian adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi dan pemeliharaan orang-orang dengan tujuan membantu mencapai tujuan organisasi (pers), individual dan masyarakat. Paling penting adalah bagaimana individu-individu yang terlibat dalam organisasi harus mampu terlebih dahulu memanajemen pribadinya masing-masing. Manajemen pribadi tersebut meliputi beberapa hal antara lain: perencanaan kegiatan, pengorganisasian kegiatan, pelaksanaan kegiatan, evaluasi kegiatan dan pengawasan kegiatan dengan pemanfaatan waktu seefektif dan seefisien mungkin. Bila tiap individu di dalam organisasi menyadari betul akan posisi masing-masing dengan job description (deskripsi tugas) yang jelas dan tegas, maka perencanaan akan mudah dibangun dan diterapkan.

Ada dua bagian besar sebuah penerbitan pers atau media massa: Bagian Redaksi (Editor Department) dan Bagian Pemasaran atau Bagian Usaha (Business Department). Bagian Redaksi dipimpin oleh Pemimpin Redaksi. Bagian Pemasaran dipimpin olen Manajer Pemasaran atau Pemimpin Usaha. Di atas keduanya adalah Pemimpin Umum (General Manager). Ada juga Pemimpin Umum yang merangkap Pemimpin Redaksi.

Bagian Redaksi tugasnya meliput, menyusun, menulis, atau menyajikan informasi berupa berita, opini, atau feature. Orang-orangnya disebut wartawan. Redaksi merupakan merupakan sisi ideal sebuah media atau penerbitan pers yang menjalankan visi, misi, atau idealisme media.Bagian Redaksi dikepalai oleh seorang Pemimpin Redaksi. Di bawah Pemred biasanya ada Wakil Pemred yang bertugas sebagai pelaksana tugas dan penanggungjawab sehari-hari di bagian redaksi

Pemred/Wapemred membawahi seorang atau lebih Redaktur Pelaksana yang mengkoordinasi para Redaktur (Editor), Koordinator Reporter atau Koordinator Liputan (jika diperlukan), para Reporter dan Fotografer, Koresponden, dan Kontributor. Termasuk Kontributor adalah para penulis lepas (artikel) dan kolumnis. Di Bagian Redaksi ada pula yang disebut Dewan Redaksi atau Penasihat Redaksi. Biasanya terdiri dari Pemred, Wapemred, Redpel, Pemimpin Usaha, dan orang-orang yang dipilih menjadi penasihat bidang keredaksian. Ada pula yang disebut Staf Ahli atau Redaktur Ahli, yakni orang-orang yang memiliki keahlian di bidang keilmuwan tertentu yang sewaktu-waktu masukan atau pendapatnya sangat dibutuhkan redaksi untuk kepentingan pemberitaan atau analisis berita. Bagian lain yang terkait dengan bidang keredaksian adalah Redaktur Pracetak yang membidangi tugas Desain Grafis (Setting, Lay Out, dan Artistik) serta Perpustakaan dan Dokumentasi. Dalam hal tertentu, bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dapat masuk ke bagian Redaksi.

Tugas

1. Pemimpin Umum (General Manager)

Ia bertanggung jawab atas keseluruhan jalannya penerbitan pers, baik ke dalam maupun ke luar. Ia dapat melimpahkan pertanggungjawabannya terhadap hukum kepada Pemimpin Redaksi sepanjang menyangkut isi penerbitan (redaksional) dan kepada Pemimpin Usaha sepanjang menyangkut pengusahaan penerbitan.

2. Pemimpin Redaksi

Pemimpin Redaksi (Editor in Chief) bertanggung jawab terhadap mekanisme dan aktivitas kerja keredaksian sehari-hari. Ia harus mengawasi isi seluruh rubrik media massa yang dipimpinnya. Di suratkabar mana pun, Pemimpin Redaksi menetapkan kebijakan dan mengawasi seluruh kegiatan redaksional. Ia bertindak sebagai jenderal atau komandan yang perintah atau kebijakannya harus dipatuhi bawahannya. Kewenangan itu dimiliki katena ia harus bertanggung jawab jika pemberitaan medianya ?digugat? pihak lain. Pemimpin Redaksi juga bertanggung jawab atas penulisan dan isi Tajuk rencana (Editorial) yang merupakan opini redaksi (Desk opinion). Jika Pemred berhalangan menulisnya, lazim pula tajuk dibuat oleh Redaktur Pelaksana, salah seorang anggota Dewan Redaksi, salah seorang Redaktur, bahkan seorang Reporter atau siapa pun ? dengan seizin dan sepengetahuan Pemimpin Redaksi? yang mampu menulisnya dengan menyuarakan pendapat korannya mengenai suatu masalah aktual.
3. Dewan Redaksi

Dewan Redaksi biasanya beranggotakan Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan Wakilnya, Redaktur Pelaksana, dan orang-orang yang dipandang kompeten menjadi penasihat bagian redaksi. Dewan Redaksi bertugas memberi masukan kepada jajaran redaksi dalam melaksanakan pekerjaan redaksional. Dewan Redaksi pula yang mengatasi permasalahan penting redaksional, misalnya menyangkut berita yang sangat sensitif atau sesuai-tidaknya berita yang dibuat tersebut dengan visi dan misi penerbitan yang sudah disepakati.

4. Redaktur Pelaksana

Di bawah Pemred biasanya ada Redaktur Pelaksana (Managing Editor). Tanggung jawabnya hampir sama dengan Pemred/Wapemred, namun lebih bersifat teknis. Dialah yang memimpin langsung aktivitas peliputan dan pembuatan berita oleh para reporter dan editor.

5. Redaktur

Redaktur (editor) sebuah penerbitan pers biasanya lebih dari satu. Tugas utamanya adalah melakukan editing atau penyuntingan, yakni aktivitas penyeleksian dan perbaikan naskah yang akan dimuat atau disiarkan. Di internal redaksi, mereka disebut Redaktur Desk (Desk Editor), Redaktur Bidang, atau Redaktur Halaman karena bertanggung jawab penuh atas isi rubrik tertentu dan editingnya. Seorang redaktur biasanya menangani satu rubrik, misalnya rubrik ekonomi, luar negeri, olahraga, dsb.

6. Redaktur Pracetak

Setingkat dengan Redaktur/Editor adalah Redaktur Pracetak atau Redaktur Artistik. Ia bertanggung jawab menangani? Naskah Siap Cetak? (All In Hand/All Up) dari para redaktur, yaitu semua naskah berita yang sudah diturunkan ke percetakan dan sudah diset bersih, desain cover dan perwajahan (tataletak, lay out, artistik), dan hal-ihwal sebelum koran dicetak. Bagian lain di yang berada di bawah koordinasi Redaktur Pracetak adalah Setter atau juruketik naskah. Ia bertugas mengetik naskah yang akan dimuat. Ada pula Korektor yang bertugas mengoreksi (membetulkan) kesalahan ketik pada naskah yang siap cetak.

7.Reporter

Di bawah para editor adalah para Reporter. Mereka merupakan? prajurit? di bagian redaksi. Mencari berita lalu membuat atau menyusunnya, merupakan tugas pokoknya.

8.Fotografer

Fotografer (wartawan foto atau juru potret) tugasnya mengambil gambar peristiwa atau objek tertentu yang bernilai berita atau untuk melengkapi tulisan berita yang dibuat wartawan tulis. Ia merupakan mitra kerja yang setaraf dengan wartawan tulisan (reporter). Jika tugas wartawan tulis menghasilkan karya jurnalistik berupa tulisan berita, opini, atau feature, maka fotografer menghasilkan Foto Jurnalistik (Journalistic Photography, Photographic Communications). Fotografer menyampaikan informasi atau pesan melalui gambar yang ia potret. Fungsi foto jurnalistik antara lain menginformasikan (to inform), meyakinkan (to persuade), dan menghibur (to entertain).

9. Koresponden

Selain reporter, media massa biasanya memiliki pula Koresponden (correspondent) atau wartawan daerah, yaitu wartawan yang ditempatkan di negara lain atau di kota lain (daerah), di luar wilayah di mana media massanya berpusat.

10. Kontributor

Kontributur atau penyumbang naskah/tulisan secara struktural tidak tercantum dalam struktur organisasi redaksi. Ia terlibat di bagian redaksi secara fungsional. Termasuk kontributor adalah para penulis artikel, kolomnis, dan karikaturis. Para sastrawan juga menjadi kontributor ketika mereka mengirimkan karya sastranya (puisi, cerpen, esei) ke sebuah media massa. Wartawan Lepas (Freelance Journalist) juga termasuk kontributor. Wartawan Lepas adalah wartawan yang tidak terikat pada media massa tertentu, sehingga bebas mengirimkan berita untuk dimuat di media mana saja, dan menerima honorarium atas tulisannya yang dimuat. Termasuk kontributor adalah Wartawan Pembantu (Stringer). Ia bekerja untuk sebuah perusahaan pers, namun tidak menjadi karyawan tetap perusahaan tersebut. Ia menerima honorarium atas tulisan yang dikirim atau dimuat.

11. Bidang Pendukung Redaksi

Bagian yang tak kalah pentingnya untuk membantu kelancaran kerja redaksi adalah bagian Perpustakaan dan Dokumentasi serta bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Litbang memantau perkembangan sebuah penerbitan, survei pembaca, dan memberikan masukan-masukan bagi pengembangan redaksional dan bagian lainnya, termasuk pembinaan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia.

12. Bagian Usaha (Business Department)

Bertugas menyebarluaskan media massa, yakni melakukan pemasaran (marketing) atau penjualan (saling) media massa. Bagian ini merupakan sisi komersial meliputi sirkulasi/distribusi, iklan, dan promosi. Biasanya, bagian pemasaran dipimpin oleh seorang. Pemimpin Perusahaan atau seorang Manajer Pemasaran (Marketing Manager) yang membawahkan Manajer Sirkulasi, Manajer Iklan, dan Manajer Promosi.

Prinsip Dasar Sistem Pekerjaan Kewartawan

1.News Gathering. Hal ini adalah proses awal dari sistem pemberitaan, yakni tahapan satu organisasi media massa yang diwakili wartawannya mulai mengumpulkan berita.

2.News Editing. Hal ini adalah proses lanjutan dari sistem pemberitaan, yakni tahapan satu organisasi media massa yang diwakili oleh para redaktur melakukan penyuntingan berita.

3.News Distributing. Hal ini adalah proses akhir dari sistem pemberitan, yakni tahapan satu organisasi media massa menyebarkan berita kepada publiknya.

4.News Evaluating. Hal ini banyak berkaitan dengan sistem media massa yang senantiasa berupaya mengembangkan mutu -bukan hanya jumlah-beritanya, sehingga menerapkan pola analisa isi (contents analysist) yang biasanya dilakukan oleh satu unit/divisi khusus dalam manajemen keredaksian. Dari tahapan evaluasi tersebut, maka media massa berupaya pula mengadakan perbaikan mutu isi karya jurnalistiknya melalui “editorial clinic” dan pendidikan berkelanjutan (continuing education).

Manjemen sebuah keredaksian pada dasarnya dibuat berdasarkan kebutuhan institusi pers yang bersangkutan. Untuk sebuah penerbitan koordinator liputan penting, namun bagi yang lain tidak. Begitu juga sebaliknya. Tujuan utamanya bagaimana agar institusi keredaksian bisa berjalan dengan baik dan sesuai dengan perencanaan.

Referensi
1. http://muhabduh.multiply.com/reviews/item/3
2. http://stefanuskim.blogspot.com
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen
4. Vedemakum Wartawan, Reportase Dasar KPG 1997
5. Sembilan Elemen Jurnalisme: Bill Kovach & Tom Rosenstial.
6. Seandainya Saya Wartawan Tempo: pengantar Goenawan Mohamad; ISAI dan Yayasan Alumni Tempo 1997.
7. Jurnalisme Dasar: Luwi Ishwara; Penerbit Buku Kompas, Desember 2005
8. Penulis yang Sukses: Wilson Nadeak; Sinar Baru Bandung 1983.
9. Jurnalisme Sastrawi, Editor Andreas Harsono & Budi Setiono, Yayasan Pantau Oktober 2005.
10. Reportase Investigasi: Menelisik Lorong Gelap, Dadi Sumaatmadja, LaTofi Enterprise April 2005.
11. Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa: Ashadi Siregar dkk, Kanisius 1999.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Percakapan Pengusaha dan Malaikat

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh....

~ Pengusaha Dan Malaikat ~

Seorang pengusaha sukses jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke.
Sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU. Di saat orang-orang terlelap dalam mimpi malam, dalam dunia roh seorang malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya.


Malaikat memulai pembicaraan, "Kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan hidup. Dan sebaliknya jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia!

"Kalau hanya mencari 50 orang, itu mah gampang .. . " kata si pengusaha ini dengan yakinnya.

Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.

Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali mengunjunginya; dengan antusiasnya si pengusaha bertanya, "Apakah besok pagi aku sudah pulih? Pastilah banyak yang berdoa buat aku, jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang, jadi kalau hanya mencari 50 orang yang berdoa pasti bukan persoalan yang sulit".

Dengan lembut si Malaikat berkata, aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sementara waktumu tinggal 60 menit lagi. Rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu".

Tanpa menunggu reaksi dari si pengusaha, si malaikat menunjukkan layar besar berupa TV siapa 3 orang yang berdoa buat kesembuhannya.
Di layar itu terlihat wajah duka dari sang istri, di sebelahnya ada 2 orang anak kecil, putra putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka".

Kata Malaikat, "Aku akan memberitahukanmu, kenapa Allah rindu memberikanmu kesempatan kedua? Itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu"

Kembali terlihat dimana si istri sedang berdoa jam 2:00 subuh, " Ya Allah, aku tahu kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik! Aku tahu dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tahu dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalaupun dia memberikan sumbangan, itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar dihadapanMu. Tapi Ya Allah, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan seorang ayah. Hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri."

Dan setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat".

Melihat peristiwa itu, tanpa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini. Timbul penyesalan bahwa selama ini bahwa dia bukanlah suami yang baik. Dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya..
Malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.

Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si pengusaha ini,penyesalan yang luar biasa. Tapi waktunya sudah terlambat ! Tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdoa 47 orang !

Dengan setengah bergumam dia bertanya,"Apakah diantara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku tidak ada yang berdoa buatku?"

Jawab si Malaikat, " Ada beberapa yang berdoa buatmu.Tapi mereka tidak Tulus. Bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini. Itu semua karena selama ini kamu arogan, egois dan bukanlah atasan yang baik. Bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah".
Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia. Tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam.

Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu.

Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata,
Allah melihat air matamu dan penyesalanmu ! ! Kau tidak jadi meninggal,karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00".


Dengan terheran-heran dan tidak percaya, si pengusaha bertanya siapakah yang 47 orang itu..? Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu.

Bukankah itu Panti Asuhan ? kata si pengusaha pelan. "Benar anakku,
kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu,
walau aku tahu tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja dan untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negeri. "

"Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca di koran kalau seorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU.
Setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menolong mereka dan akhirnya anak-anak panti asuhan sepakat berdoa buat kesembuhanmu. "

Doa sangat besar kuasanya. Tak jarang kita malas. Tidak punya waktu.
Tidak terbeban untuk berdoa bagi orang lain.

Ketika kita mengingat seorang sahabat lama/keluarga, kita pikir itu hanya kebetulan saja padahal seharusnya kita berdoa bagi dia. Mungkin saja pada saat kita mengingatnya dia dalam keadaan butuh dukungan doa dari orang-orang yang mengasihi dia.


Disaat kita berdoa bagi orang lain, kita akan mendapatkan kekuatan baru dan kita bisa melihat kemuliaan Tuhan dari peristiwa yang terjadi.

Hindarilah perbuatan menyakiti orang lain... Sebaliknya perbanyaklah berdoa buat orang lain.



Karena pahlawan sejati, bukan dilihat dari kekuatan fisiknya,tapi dari kekuatan hatinya. Katakan ini dengan pelan..

"Ya ALLAH, hamba mencintai-MU dan membutuhkan-MU, hanya PadaMu hamba memohon.. terangilah hati kami agar senantiasa mengingatMu,Amin..."


Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ibu Aku.............


Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya.

Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun.

Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tdk membawa uang.

Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan.

Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tdk mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?”

” Ya, tetapi, aku tdk membawa uang” jawab Ana dengan malu-malu

“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu” jawab si pemilik kedai. “Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”.

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi.

Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.

“Adaapa nona?” Tanya si pemilik kedai.

“tidak apa-apa” aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.

“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi !, tetapi,…

ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah”

“Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri” katanya kepada pemilik kedai

Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata

“Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi utukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya”

Ana, terhenyak mendengar hal tsb.

“Mengapa aku tdk berpikir ttg hal tsb? Utk semangkuk bakmi dr org yg baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.

Ana, segera menghabiskan bakminya, lalu ia mnguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya.

Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg hrs diucapkan kpd ibunya.

Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas.

Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah “Ana kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tdk memakannya sekarang”

Pada saat itu Ana tdk dapat menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya.

Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kpd org lain disekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita.

Tetapi kpd org yang sangat dekat dengan kita (keluarga) khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.

Sumber : www.ekojuli.wordpress.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ilmu Pembersih Hati


Ada sebait do'a yang pernah diajarkan Rasulullah SAW dan disunnahkan untuk dipanjatkan kepada Allah Azza wa Jalla sebelum seseorang hendak belajar. do'a tersebut berbunyi : Allaahummanfa'nii bimaa allamtanii wa'allimnii maa yanfa'uni wa zidnii ilman maa yanfa'unii. dengan do'a ini seorang hamba berharap dikaruniai oleh-Nya ilmu yang bermamfaat.

Apakah hakikat ilmu yang bermamfaat itu? Secara syariat, suatu ilmu disebut bermamfaat apabila mengandung mashlahat - memiliki nilai-nilai kebaikan bagi sesama manusia ataupun alam. Akan tetapi, mamfaat tersebut menjadi kecil artinya bila ternyata tidak membuat pemiliknya semakin merasakan kedekatan kepada Dzat Maha Pemberi Ilmu, Allah Azza wa Jalla. Dengan ilmunya ia mungkin meningkat derajat kemuliaannya di mata manusia, tetapi belum tentu meningkat pula di hadapan-Nya.

Oleh karena itu, dalam kacamata ma'rifat, gambaran ilmu yang bermamfaat itu sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah. "Ilmu yang berguna," ungkapnya, "ialah yang meluas di dalam dada sinar cahayanya dan membuka penutup hati." seakan memperjelas ungkapan ahli hikmah tersebut, Imam Malik bin Anas r.a. berkata, "Yang bernama ilmu itu bukanlah kepandaian atau banyak meriwayatkan (sesuatu), melainkan hanyalah nuur yang diturunkan Allah ke dalam hati manusia. Adapun bergunanya ilmu itu adalah untuk mendekatkan manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan diri."

Ilmu itu hakikatnya adalah kalimat-kalimat Allah Azza wa Jalla. Terhadap ilmunya sungguh tidak akan pernah ada satu pun makhluk di jagat raya ini yang bisa mengukur Kemahaluasan-Nya. sesuai dengan firman-Nya, "Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menuliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al Kahfi [18] : 109).

Adapun ilmu yang dititipkan kepada manusia mungkin tidak lebih dari setitik air di tengah samudera luas. Kendatipun demikian, barangsiapa yang dikaruniai ilmu oleh Allah, yang dengan ilmu tersebut semakin bertambah dekat dan kian takutlah ia kepada-Nya, niscaya "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al Mujadilah [58] : 11). Sungguh janji Allah itu tidak akan pernah meleset sedikit pun!

Akan tetapi, walaupun hanya "setetes" ilmu Allah yang dititipkan kepada mnusia, namun sangat banyak ragamnya. ilmu itu baik kita kaji sepanjang membuat kita semakin takut kepada Allah. Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari. sepanjang kita menuntut ilmu itu jelas (benar) niat maupun caranya, niscaya kita akan mendapatkan mamfaat darinya.

Hal lain yang hendaknya kita kaji dengan seksama adalah bagaimana caranya agar kita dapat memperoleh ilmu yang sinar cahayanya dapat meluas di dalam dada serta dapat membuka penutup hati? Imam Syafii ketika masih menuntut ilmu, pernah mengeluh kepada gurunya. "Wahai, Guru. Mengapa ilmu yang sedang kukaji ini susah sekali memahaminya dan bahkan cepat lupa?" Sang guru menjawab, "Ilmu itu ibarat cahaya. Ia hanya dapat menerangi gelas yang bening dan bersih." Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak maksiatnya.

Karenanya, jangan heran kalau kita dapati ada orang yang rajin mendatangi majelis-majelis ta'lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap buruk. Mengapa demikian? itu dikarenakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu. Laksana air kopi yang kental dalam gelas yang kotor. Kendati diterangi dengan cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa menembus dan menerangi isi gelas. Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kepada dunia serta gemar maksiat, maka sang ilmu tidak akan pernah menerangi hati.

Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila kita menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal shalih, maka usahakanlah ketika menimbanya, hati kita selalu dalam keadaan bersih. hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan dunia dan tidak pernah digunakan untuk menzhalimi sesama. Semakin hati bersih, kita akan semakin dipekakan oleh Allah untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermamfaat. darimana pun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawa mudharat.

Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya. Karenanya, kita wajib menuntut ilmu sekuat-kuatnya yang membuat hati kita menjadi bersih, sehingga ilmu-ilmu yang lain (yang telah ada dalam diri kita) menjadi bermamfaat.

Bila mendapat air yang kita timba dari sumur tampak keruh, kita akan mencari tawas (kaporit) untuk menjernihkannya. Demikian pun dalam mencari ilmu. Kita harus mencari ilmu yang bisa menjadi "tawas"-nya supaya kalau hati sudah bening, ilmu-ilmu lain yang kita kaji bisa diserap seraya membawa mamfaat.

Mengapa demikian? Sebab dalam mengkaji ilmu apapun kalau kita sebagai penampungnya dalam keadaan kotor dan keruh, maka tidak bisa tidak ilmu yang didapatkan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka. Sibuk mengkaji ilmu fikih, hanya akan membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan pendapat orang lain, sekaligus aniaya dan suka menyakiti hati sesama. Demikian juga bila mendalami ilmu ma'rifat. Sekiranya dalam keadan hati busuk, jangan heran kalau hanya membuat diri kita takabur, merasa diri paling shalih, dan menganggap orang lain sesat.

Oleh karena itu, tampaknya menjadi fardhu ain hukumnya untuk mengkaji ilmu kesucian hati dalam rangka ma'rifat, mengenal Allah. Datangilah majelis pengajian yang di dalamnya kita dibimbing untuk riyadhah, berlatih mengenal dan berdekat-dekat dengan Allah Azza wa Jalla. Kita selalu dibimbing untuk banyak berdzikir, mengingat Allah dan mengenal kebesaran-Nya, sehingga sadar betapa teramat kecilnya kita ini di hadapan-Nya.

Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila datang saat ajal pun pastilah tidak membawa apa-apa. Mengapa harus ujub, riya, takabur, dan sum'ah. Merasa diri besar, sedangkan yang lain kecil. Merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain bodoh. Itu semua hanya karena sepersekian dari setetes ilmu yang kita miliki? Padahal, bukankah ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan Allah jua, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita?

Subhanallaah! Mudah-mudahan kita dimudahkan oleh-Nya untuk mendapatkan ilmu yang bisa menjadi penerang dalam kegelapan dan menjadi jalan untuk dapat lebih bertaqarub kepada-Nya.

sumber : www.forumsantri.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

8 Kebohongan Ibu Kepadaku

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke piring, ibu-ku berkata : “Makanlah nak, ini semua untukmu aku tidak lapar” ———- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi mencari ikan di sungai dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk di sampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah baju jahitannya untuk ditawarkan ke ibu-ibu yang lain demi sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim hujan tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya membuat kerajinan tangan. Aku berkata :”Ibu, tidurlah, ini sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata :”Cepatlah kamu tidur nak, ibu masih belum capek” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Ketika ujian tiba, ibu tidak menjahit agar supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi menandakan ujian sudah selesai, Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : “Minumlah nak, aku tidak haus!” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada ketrampilannya menjahit, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Saya bahagia dengan anak2ku dan saya tidak butuh suami lagi” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Ibu masih ada uangnak, pakailah untuk keperluanmu ” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup lebih enak di Jakarta. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku “Tidak usahlah nak, Ibu tidak terbiasa di Jakarta” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku, Ibu sehat kok” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Dari cerita di atas, saya percaya sahabat sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : ” Terima kasih ibu ! ”

Sahabat, banyak hikmah yang dapat dipetik dari kisah di atas, betapa benar kata pepatah, Kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan “.

Sahabatku, bagi anda yang Ibunda-nya masih hidup, coba anda renungkan :
Sudah berapa lamakah anda tidak menelepon ibu anda?
Sudah berapa lamakah anda tidak mengunjunginya dan menghabiskan waktu untuk berbincang dengan ibu anda?
Sudah berapa lamakah anda tidak membelikan baju dan makanan kesayangannya?
Di tengah-tengah aktivitas anda yang padat ini, boleh jadi anda selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ibu yang kesepian di rumah. Kadang kala kita memang selalu lupa akan Ibu kita yang mungkin merasa kesepian di rumah.

Sahabatku, bagi anda yang keetulan Ibundanya sudah wafat, coba anda renungkan :
Sudah berapa lamakah anda tidak menziarahi makamnya?
Sudah berapa lamakah anda tidak mengaji untuknya ?
Sudah berapa lamakah anda tidak membacakan Al Fatihah dan surat Yassin untuk almarhum ibu anda?
Sudah berapa lamakah anda tidak mengunjungi kerabat dan sahabat ibu anda? dan
Sudah berapa lamakan anda tidak pernah bersedekah untuk almarhumah ibunda anda?

Di kala kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi baik ibunda kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari.

Untuk semua wanita Indonesia, untuk semua sahabat, yang selalu memiliki cinta kasih, yang tak akan pernah habis untuk dibagi dan yg selalu menyayangi serta mencintai putra-putrinya, “SELAMAT HARI IBU”

Lebak Bulus, 22 Desmber 2009 jam 07.00

Semoga Bermanfaat

Wassalamualaikum wr.wb
Imam Puji Hartono (IPH)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Metodologi Studi Islam

Penulis : Drs. Asep Zaenal

Prolog :

Pendidikan Islam bukanlah sekedar transfer of knowledges atau transfer of values tetapi merupakan aktivitas character building. (pembentukan karakter, kepribadian) Tujuannya agar potensi yang dimiliki anak didik (potential capacity) menjadi kemampuan nyata (actual ability) dan tetap berada dalam posisi suci bersih (fitrah) dan lurus kepada Allah (hanief). Untuk mencapai itu, maka seorang guru harus mengajarkan Islam ilmu (yang berdasarkan dalil), bukan Islam persepsi (yang berdasarkan kira-kira), secara integrated, komprehensif dan. Integrated meliputi penajaman IQ,EQ dan SQ. Tujuannya adalah agar anak memiliki kualitas kognitif (pengetahuan), afektif (keimanan) dan psikomotor (amaliyah) yang lebih baik dengan target akhir adanya perubahan prilaku (behavior change) yang lebih baik (taqwa, muttaqin).

Hakikat Pendidikan Al-Islam :

Pada hakikatnya Pendidikan al-Islam adalah proses bimbingan terhadap anak didik (santri, siswa, mahasiswa) untuk mengembangkan potensi (potential capasity) yang dimilikinya menjadi kemampuan nyata (actual ability) secara optimal sehingga tetap dalam kondisi fitrah dan hanief (lurus) sebagaimana keadaan ketika lahir.
Potensi yang dimiliki anak didik antara lain Intellegence Quotien (IQ), Emotional Quotien (EQ) dan Spiritual Quotien (SQ). Juga potensi bertuhan Allah dan potensi-potensi lainnya.

Tujuan antara Pendidikan al-Islam adalah :

• Aspek Kognitif : Agar mahasiswa memahami al-Islam dengan paradigma yang benar (berfikir paradigmais).
• Aspek Afektif : Agar anak didik mampu mengapresiasi al-Islam secara mendalam sehingga mereka mampu mengimani kebenaran al-Islam, mampu memenej emosinya secara benar, dan mampu mengahayati ajaran al-Islam sehingga dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya.
• Aspek psikomotor : Mampu mengamalkan al-Islam secara komprehensif, baik dalam Hablum minallah, hablum minannas, dan hablum minal 'alam.
Sedangkan tujuan akhir Pendidikan Agama adalah terwujudnya insan yang berperilaku Al-Qur'an, atau manusia yang sanggup melaksanakan seluruh ayat Al-Qur'an tanpa kecuali, secara integratif dan komprehensif, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam bermasyarakat.

Materi Pendidikan Al-Islam :

• Materi Aqidah adalah menanamkan ketauhidan (Tauhid Rubbubiyah, Mulkiyah dan Uluhiyah) seraya mencabut sikap syirik dengan akar-akarnya melalui analisis terhadap fenomena alam dan perilaku sosial masyarakat.
• Aspek Syari’ah adalah mengajarkan tentang kaifiyat (tatacara, how to do) tentang ritual (ibadah mahdloh) dan mu’amalah (ibadah ghair mahdloh), beserta falsafahnya sehingga setiap sendi syari'ah terasa mempunyai makna.
• Materi Akhlak adalah memberikan pemahaman tentang dimensi- dimensi akhlak yang meliputi hablum minallah, hablum minannas dan hablum minal ‘alam dengan parameter yang jelas, terukur, terdeteksi, menekankan pembiasaan dan perlunya figur sebagai whole model (usawah hasanah).


Cara Mempelajari Islam :

Pengetahuan terbagi dua, yakni pengetahuan yang benar dan pengetahuan yang belum pasti benar. Pengetahuan yang benar adalah al-ilmu atau alhaq, sedangkan pengetahuan yang salah atau belum pasti benar disebut persepsi. Seorang ustadz, guru, dosen harus mengajarkan Islam Ilmu bukan Islam Persepsi. Islam Ilmu adalah Islam yang berdasarkan dalil, bukan karena pendapat, mayoritas, juga tidak terikat figur atau tradisi nenek moyang.

Untuk memperoleh Islam ilmu, manusia harus menemukan dasar hukum (rujukan) yang jelas, bukan semata-mata perkiraan fikiran, terikat dengan figur atau terikat dengan mayoritas.

Lebih jelasnya sbb :

Pertama : Dengan ilmu, bukan dengan kira-kira Al-Qur'an QS 17 : 36 :
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا(36)

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya".

Kedua : Beragama tidak atas dasar mayoritas, sebab mayoritas tidak menjamin orsinalitas. Perlu menjadi catatan penting bahwa kebenaran hanya ditentukan oleh kualitas argumentasi bukan oleh kuantitas penganutnya.

Ketiga: Beragama tidak boleh atas dasar keturunan atau warisan leluhur (QS. 2 :170) :

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ ءَابَاؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلاَ يَهْتَدُونَ البقرة 170)

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk (QS. 2 : 170).

Keempat : Beragama tidak atas dasar figur (QS.9 :31). :

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ َ(31)

Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah. (QS. 6 : 61).

Azas Filosofis dalam Pendidikan Islam :

Islam ilmu yang disampaikan dengan pendekatan yang tepat akan mudah dicerna oleh peserta didik. Oleh karena itu penyajian materi pendidikan al-Islam harus sistimtis, rasional, objektif, komprehensif dan radikal.

• Sistimatis : Berurutan/ runtun, dari mana memulainya, terus ke mana dan bermuara di mana.

• Rasional : Gampang difahami, mampu menjelaskan hubungan sebab akibat, sangat merangsang berfikir, dan tidak dogmatis.

• Objektif : Berdasarkan dalil, jelas rujukannya, bukan sekedar kata orang, kira-kira atau dugaan – dugaan.

• Komprehensif : Yakni menganalisis Islam dari berbagai sisi. Dalam hal ini sangat baik menggunakan multi pendekatan, antara lain Pendekatan Kebahasaan, Kesejarahan, Teologis., Filosofis, Sosiologis, Politis, Ekonomi, Kesehatan, Militer, dll.

• Radikal : Sampai kepada kesimpulan, tajam, menggigit dan sangat menyentuh perasaan dan nurani.

Kedudukan Akal dalam memahami Al-Islam :

Mengenai penggunaan akal / rasio dalam memahami al-Islam, para tokoh pemikir Islam berbeda-beda corak pemikirannya. Paling tidak ada empat corak :

• Tokoh Sinkretik : Sinkretik adalah percampuran antara budaya lokal dengan agama. Tokoh ini sering tidak peduli kepada dalil dan ratio. Pemikiran mereka lebih didominasi oleh sikap sosiologis, cari aman.

• Tokoh Scripturalis /Tekstualis : terikat dengan teks kurang memperhatikan konteks. Para tokoh Sripturalis bukan tidak menggunakan ratio tetapi lebih terikat dengan teks Al-qur’an dan hadits apa adanya.

• Tokoh Rasional Kontekstual : Memperhatikan teks dan konteks. Tokoh ini banyak menggunakan argumentasi rasio di samping melihat teks Al-Qur’an dan hadits.

• Tokoh Rasional Liberal : Tidak terikat teks. Analisis tehdapa ajaran islam yang dilakukan tokoh Rasional Liberal lebih didominasi oleh argumnetasi akal. Beberapa metode pendekatannya adalah Tafsir Metaforis, Tafsir Hermenetika dan pendekatan social kesejarahan.

Dari sini kelak lahirlah faham dan aliran keagamaan. Faham dan aliran adalah dua kata yang seakan-akan bermakna sama karena keduanya menggambarkan adanya suatu pemikiran yang kemudian jadi anutan bahkan pengamalan sebuah kelompok atau komunitas tertentu, tetapi sebenarnya kedua kata itu memiliki perbedaan. Perbedaannya dapat dirinci sebagaimana dijelaskan pada tabel di bawah ini.

PERBEDAAN ANTARA FAHAM DAN ALIRAN

Faham Aliran

1.Kata faham lebih berkonotasi kepada suatu alur pemikiran yang menganut prinsip tertentu.
Kata aliran lebih berkonotasi kepada suatu hasil pemikiran yang eksklusif.

2.Tidak terorganisir, tidak memiliki pemimpin pusat meskipun ia memiliki tokoh sentral yang menjadi figur faham tersebut

Terorganisir : ada ketua, pengurus dan anggotanya serta mempunyai aturan-aturan tertentu

3.Biasanya pengikut suatu faham tertentu adalah orang-orang yang kritis, senang berfikir, terbuka dan menyambut adanya diolog, walaupun tidak selalu demikian. Biasanya para anggotanya tidak dibiarkan berfikir kritis tetapi bersifat taqlâd, dogmatis, tidak suka dialog, anti kritik dan cenderung merasa benar sendiri (truth claim).


Faham apapun sebenarnya merupakan hasil pemikiran, sedangkan hasil pemikiran sangat tergantung kepada paradigma berfikir yang bersangkutan. Dengan demikian, mengetahui paradigma setiap tokoh pemikir adalah sesuatu yang amat penting.
Secara garis besar corak pemikiran tokoh Islam terbagi dua yakni pemikir Rasional dan Pemikir Tradisional.

Apabila ditelusuri jauh ke belakang, akar pemikiran Rasional periode Modern di dunia Islam sebenarnya dipengaruhi oleh pemikiran rasional dari Barat. Walaupun asalnya Barat dipengaruhi pemikiran rasional Islam zaman Klasik. Pemikiran Rasional dibawa oleh para sarjana Barat yang telah mempelajari berbagai ilmu pengetahuan termasuk filsafat dari universitas Cordova ketika Spanyol dikuasai pemerintahan Islam Bani Umayah di bawah pemerintahan Islam pertama yakni Abd ar-Rahmán ad-Dakhili.
Sejarah Pemikiran di dunia Barat secara kronologis dimulai dengan Masa Yunani Kuno (6 abad sebelum Masehi), Masa Hellenika Romawi (abad 4 SM), Masa Parsitik (abad 2 M), Masa Skolastik (abad 8 M), Masa Rennaissanse ( abad 14-16 M), yang kemudian memasuki masa Aufklaerung (abad 18), atau memasuki periode Modern (abad 19) serta postmodernisme (abad 20).

Pada abad 17 muncul pemikiran falsafah Empirisme atau mazhab Empirisme dengan tokohnya antara lain Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobes (1588-1679), dan John Locke (1632-1704). Kemudian muncul pula mazhab Rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes (1596-1650), dan Spinoza (1632-1677).

Rasionalisme dianggap sebagai tonggak dimulainya pemikiran falsafati yang sebenarnya karena benar-benar menggunakan kemampuan ratio untuk memikirkan sesuatu secara mendalam, tidak terpengaruh oleh doktrin agama dan mitos. Mazhab ini menaruh kepercayaan kepada akal sangat besar sekali. Mereka berkeyakinan bahwa dengan kemampuan akal, pasti manusia dapat menerangkan segala macam persoalan, dan memahami serta me-mecahkan segala permasalahan manusia.

Dengan kepercayaan kepada akal yang terlampau besar, mereka menentang setiap kepercayaan yang bersifat dogmatis seperti terjadi pada abad Pertengahan, serta menyangkal setiap tatasusila yang bersifat tradisi dan terhadap keyakinan atau apa saja yang tidak masuk akal. Aliran filsafat Rasionalisme ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang memadai dan dapat dipercaya adalah akal (rasio). Metode yang digunakan oleh Rasio-nalisme ini adalah metode deduktif.

Rene Descartes (1598-1650) sebagai tokoh rasionalisme, dengan berlandaskan kepada prinsip “a priori” meraguragukan segala macam pernyataan kecuali kepada satu pernyataan saja yaitu kegiatan meragu-ragukan itu sendiri. Itulah sebabnya ia menyatakan: ”saya berfikir jadi saya ada (Cogito ergo sum).

Sedangkan mazhab Empirisme yang kemudian dikembangkan oleh David Hume (1611-1776), menyatakan bahwa sumber satu-satunya untuk memperoleh pengetahuan adalah pengalaman. Ia menentang kelompok rasionalisme yang berlandaskan kepada prinsip “a pripori:” tetapi mereka menggunakan prinsip “a posteriori”.

Untuk menyelesaikan perbedaan antara Rasionalisme dan Empirisme, Iammnuel Kant mengajukan sintesis a pripori. Menurutnya, pengetahuan yang benar adalah yang sintesis a pripori, yakni pengetahuan yang bersumber dari rasio dan empiris yang sekaligus bersifat a pripori dan a posteriori. Immanuel Kant adalah pembawa mazhab Kritisisme atau Rasionalisme Kritis atau lebih dikenal dengan Modernisme. Kemudian pada abad 19 muncul pula Aguste Comte (1798-1857) membawa aliran filsafat Posistivisme yang pada hakikatnya sebagai Empirisme Kritis. Sedangkan aliran filsafat abad 20 atau masa Kontemporer antara lain muncul aliran filsafat Eksistensialisme, Strukturalisme, dan Poststrukturalisme, Postmodernisme. Dalam hal ini penulis tidak perlu membahas seluruh aliran filsafat tersebut karena persoalannya akan melebar tidak fokus.

Dengan pergumulan dua induk aliran filsafat, yakni Rasionalisme dan Empirisme, maka pada ujungnya para pemikir Barat hanya mengakui dua macam ilmu yakni Empirical science dan Rational Science. Sedangkan di luar itu hanyalah beliefs atau kepercayaan, bukan ilmu.

Mazhab pemikiran filsafat yang masuk dan mendominasi para pemikir muslim adalah mazhab Rasionalisme, sehingga para pemikir muslim Rasionalisme sangat memberikan penghargaan yang sangat tinggi kepada akal. Konsekuensinya, mereka menolak semua hadits yang bertentangan dengan akal, sehingga apabila ada hadits bertentangan dengan kesimpulan akal, maka yang dipakai adalah kesimpulan akal. Bahkan ayat-ayat al-Qur’an pun -- apabila secara literal (tekstual) isinya bertentangan dengan akal -- akan ditafsirkan sesuai dengan penerimaan akal melalui penafsiran metaforis.
Para pemikir muslim Rasionalis yang terpengaruh oleh filsafat Barat secara diametral bertentangan dengan para pemikir muslim Tradisionalis yang bersikap sebaliknya, yakni mereka tetap menggunakan hadits Ahad walaupun bertentangan dengan akal bahkan mereka pun berpegang kepada makna hakiki dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an bukan dengan tafsir metaforis sebagaimana diketengahkan oleh para pemikir Rasionalis. Pemikir Tradisionalis banyak menghindari – kalau tidak dikatakan memusuhi -- filsafat Barat.
Amin Abdullah yang mengutip pendapat Muhammad ‘Abid al-Jabiry menyatakan bahwa para tokoh Ilmu Kalam banyak yang memusuhi filsafat akibatnya antara filsasat dan Ilmu Kalam tidak ada titik temu. Abid al-Jabiry menyatakan bahwa di lingkungan generasi pertama Ahl as-Sunnah atau juga dengan Asy‘ariyah di mana terdapat tokoh-tokoh seperti al-Ghazali dan asy-Syahrastani (479-549 H), -- sangatlah menentang filsafat dan para ahli filsafat. Bahkan selanjutnya karya al-Ghazali Taháfut al-Falásifah dan karya asy-Syahrastanâ Musá‘arah al-Falásifah merupakan buku “wajib” yang harus diikuti oleh para penulis ilmu Kalam.

Perbedaan pendekatan yang digunakan dalam filsafat dan ilmu kalam dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


PERBEDAAN PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN
DALAM FILSAFAT DAN ILMU KALAM

Filsafat Ilmu Kalam

•Lebih menekankan dimensi keberagaman yang paling dalam-esoteris dan transendental. •Seringkali menekankan dimensi lahiriyah eksoteris dan final konkret.

•Lebih menekankan ketenangan ke dalam jiwa karena mendapat kepuasan pemikiran. • Lebih menekankan keramaian (syi‘ar) yang bersifat ekspressif-keluar.

•Lebih menggarisbawahi comprhension (pemahaman akal). • Lebih menekankan transmission (pemindahan, pewarisan atau yang biasa disebut naql).
•Lebih bercorak prophetic philosophy • Lebih bercorak priestly religion (keulamaan).
•Lebih menekankan dimensi being religious.

•Lebih menekankan dimensi having a religion.
Walaupun pada periode Pertengahan, filsafat dijauhi, maka mulai abad 18 (Periode Modern) filsafat mulai didekati lagi bahkan dijadikan kerangka berfikir oleh sebahagian pemikir muslim.

Masalahnya sekarang adalah – demikian Amin ‘Abdullah -- bagaimana kita menyikapi filsafat dan ilmu Kalam lebih luas lagi doktrin agama, apakah mau bersifat Paralel, Linear atau Sirkular ?

Kalau menggunakan pendekatan paralel maka metode berfikir yang digunakan akan berjalan masing-masing, tidak ada titik temu sehingga manfaat yang dicapainya pun akan sangat minim. Kalau menggunakan pendekatan linear maka pada ujungnya akan terjadi kebuntuan. Pola linear akan mengasumsikan bahwa salah satu dari keduanya akan menjadi primadona. Seorang ilmuwan agama akan menepikan masukan dari metode filsafat, karena pendekatan yang ia gunakan dianggap sebagai suatu pendekatan yang ideal dan final. Kebuntuan yang dialami oleh pemikir yang menggunakan pendekatan naqli semata adalah kesimpulan yang bersifat dogmatis – teologis, biasanya berujung pada truth claim yang ekslusif yang mencerminkan pola fikir “right or wrong is my caountry” atau juga kebuntuan historis empirik dalam bentuk pandangan yang skeptis, relativistik, dan nihilistik. Atau dapat juga kebuntuan filosofis tergantung kepada jenis tradisi atau aliran filosofis yang disukainya.

Baik pendekatan paralel maupun linear bukan merupakan pilihan yang baik yang dapat memberikan guidance, karena pendekatan paralel akan terhenti dan bertahan pada posisinya sendiri-sendiri dan itulah yang disebut “truth claim”. Sedangkan pendekatan linear yang mengasumsikan adanya finalitas, akan menjebak seseorang atau kelompok ke dalam situasi ekslusif – polemis.

Mungkin yang terbaik adalah yang bersifat sirkular,dalam arti karena masing masing pendekatan memiliki keterbatasan dan kekurangan maka dilakukanlah pendekatan itu secara bersamaan (multi approach) yang di dalamnya saling menutupi kekurangan.
Dalam menyikapi perlu tidaknya pola berfikir filsafat dalam pembahasan teologi dan hukum Islam, para pemikir muslim terbelah dua, yakni Pemikir Tradisional dan Rasional. Pemikir Tradisional kemudian menjadi dua corak yakni Tradisional Literal (Tekstual) dan Tradisional Kontekstual. Pemikir Rasional terbagi dua juga, yakni Rasional Kontekstual dan Rasional – Liberal, sehingga para pemikir Islam dikelompokkan menjadi empat corak.

Pemikir Tradisional yang Tekstual (Literal) adalah kelompok pemikir Tradisional yang memahami Al-Qur’an dan terutama hadits sangat terikat dengan teks tanpa melihat konteks. Misalnya mereka makan dengan tiga jari sebagaimana hadits nabi, mereka tidak memakai handuk setelah mandi janabat karena nabi pun demikian, mereka memakai gamis dan sorban karena nabi pun berpakaian demikian, juga mereka memelihara jenggot karena nabi memerintahkan memelihara jenggot. Para pemikir yang berada di lingkungan Front Pembela Islam (FPI), Lasykar Jihad, Jama’ah Tagligh, Darul Arqam, merupakan contoh-contoh Pemikir Tradisional yang Literal.

Corak kedua adalah Tradisional yang Kontekstual, yaitu banyak mengacu kepada hasil Ijtihad Ulama Salaf serta banyak menggunakan hadits Ahad dengan pemahaman dan pendekatan rasio.

Corak ketiga adalah Pemikir Rasional-Kontekstual, ialah pemikir yang tidak terikat dengan hal-hal Dhanny, baik hadits Ahad maupun ayat Al-Qur’an yang Dhanny dalálah-nya. Mereka dengan leluasa menggunakan pendekatan rasio dan memegang prinsip kausalitas dan kontekstual dengan kaidah “al-hukm yaduru ma‘a al-‘illat” (Hukum bergantung kepada ‘illat).

Corak keempat adalah Pemikir Rasional yang Liberal, yaitu pemikir yang pemikirannya sangat bebas merambah hal-hal yang oleh Tradisional dinilai “haram” untuk dijadikan objek ijtihad. Contoh pemikir tipe Rasional – Liberal ini antara lain Abdurrahman Wahid (Gusdur) dan Nurcholis Madjid (ini paling tidak menurut Charles Kurzman dalam bukunya “Wacana Islam Liberal”.

Itu penilaian subjektif penuilis, namun sangat mungkin – sebagaimana dikatakan oleh Charles Kurzman, editor buku “Wacana Islam Liberal” bahwa yang bersangkutan mungkin setuju dan mungkin tidak, dikelompokkan demikian. Juga penting dicatat di sini sebagaimana dijelaskan oleh Azyumardi Azra, pemikiran seorang tokoh tertentu kadang-kadang sangat kompleks tidak bisa lagi dijelaskan dalam satu kerangka atau tipologi tertentu, terjadi tumpang tindih dan bahkan saling silang.

Rasionalitas dalam Beragama :

Dalam tataran realita, akal tidak selalu mampu mencari kebenaran karena akal, nalar, ratio adalah tergantung kepada biologis. Karena akal memiliki keterbatasan maka perlu bantuan wahyu. Dengan demikian, pada hakikatnya akal dengan wahyu tidak boleh bertentangan.

Dalam mempelajari Islam tidak bisa hanya menggunakan pendekatan emprik dan rasio biasa tetapi perlu ada keterlibatan iman. Dalam hal ini paling tidak terdapat empat katagori ilmu yakni :

• Empirical Science, yakni ukuran benar tidaknya adalah dibuktikan secara empirik melalui eksperimen. Sumbernya adalah pancaindera, terutama mata. Mata itu bahasa Arabnya adalah ain, maka disebutlah ainul yaqin . Yang termasuk ke dalam empirical science antara lain kedokteran, fisika, kimia, bilogi, goelogi.
• Rational Science , ialah ilmu yang kebenarannya ditentukan oleh hubungan sebab – akibat. Kalau ada hubungan yang logis disebutlah rational. Sumbernya adalah ratio, maka disebutlah ilmul yaqin. termasuk ke dalam katagori ilmu ini antara lain bahasa, filsafat, matematika.
• Suprarational Science , ialah manakala kebenarannya ditentukan oleh hal-hal di luar ratio yang berkembang pada zaman itu. Sumbernya adalah hati (qalbu), maka disebutlah Haqqul Yaqin. Yang termasuk ke dalam ilmu ini antara lain Isra Mi'raj, doa, mukjizat.
• Metarational Science adalah Ilmu Ghaib, semacam siksa dan nikmat qubur, syurga neraka, dll. Sumbernya adalah Ruh.
Memahami al-Islam dengan hanya menggunakan katago Empirical science dan Rational Science akan mengalami kesulitan. Akibatnya ayat-ayat Al-Qur'an yang dianggap kurang rasional dipaksakan haraus rasional, maka terjadilah rasionalisasi al-Qur'an.

Pengamalan Al-Islam dengan pendekatan :

• Law Approach yakni pengamalan Islam sebatas haram – halal, yang penting sah, yang penting tidak haram.
• Love Aproach yakni lebih kepada target sempurna.

Beberapa istilah dalam studi Islam :

Terdapat beberapa termonologi yang peting difahami adalam memahami Islam yakni Islam Simbolik dan Islam Substantif, Islam Radikal, Islam Salafi, Islam Kontemporer, dan Sunni- Syi'ah.

Diolah dari : Hartono Ahmad Azis, Aliran dan Faham Sesat di Indonesia, ( Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2002 ) , hal. vii.

Ma]hab Empirisme kemudian berkembang ke arah Positivisme. Perkembangan ilmu pengetahuan termasuk ilmu sosial dianggap mencapai bentuknya secara definitif dengan kehadiran Aguste Comte (1798-1857) dengan grand - theory-nya yang digelar dalam kaya utamanya Courus de Philospphie Positive (1855). Comte menjelaskan bahwa tahap positive dicapai setelah manusia melampaui tahap theologik dan metafisik. Menurut madzhab Positivisme bahwa sesuatu benar dan nyata haruslah konkret, eksak, akurat dan memberi kemanfaatan. Dalam pandangan positivisme, Ilmu-ilmu kealaman memperoleh objektivitas yang khas semata-mata bersifat empiris – eksperimental. Filsafat Comte ini adalah anti-metafisis, ia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif- ilmiah.

Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia, 22-29 Agustus 1999, hal.12.
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam", hal.8

Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam, hal 18-19.
Charles Kurzman (Ed.), Wacana Islam Liberal, Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global (Jakrta : Penerbit Paramadina, 2001), hal. xii-xiii.
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, dari Fundamentalisme, Modernisme, Hingga Post Modernisme, (Jakarta : Penerbit Paramadina, 1996), hal. xii.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS